Menganalisis profil dan perilaku konsumen digital

 

Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen

faktor yang memengaruhi perilaku konsumen

© Pexels.com

Umumnya, perilaku konsumen dipengaruhi tiga faktor berikut.

1. Faktor pribadi

Faktor pribadi merupakan minat dan pendapat seseorang sebagai konsumen. Secara khusus, faktor ini juga dipengaruhi oleh demografi seperti:

  • usia
  • jenis kelamin
  • budaya
  • profesi
  • latar belakang
  • dan lain-lain

2. Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan respons dan sikap individu terhadap:

  • campaign pemasaranmu
  • kebutuhan pribadi sebagai seorang konsumen

3. Faktor sosial

Faktor ini meliputi:

  • pengaruh lingkungan
  • pengaruh media sosial
  • kelas sosial
  • pendapatan
  • tingkat pendidikan
  • dan lain-lain

4. Faktor budaya

Faktor ini menunjukkan bahwa minat pelanggan dibentuk oleh beberapa hal, seperti:

  • nilai-nilai dan ideologi komunitas mereka
  • kepercayaan komunitas
  • kebutuhan keluarga dan komunitas
  • kelas sosial

Tipe-Tipe Perilaku Konsumen

tipe-tipe consumer behavior

© Freepik.com

Sekarang, kita bahas berbagai jenis perilaku konsumen.

1. Perilaku membeli yang kompleks (complex buying behavior)

Misalnya, si X ingin membeli laptop seharga Rp40 juta. Tentu X berpikir panjang sebelum memutuskan pembelian. 

Sebab, produk tersebut jarang sekali dibeli. Belum lagi, harganya relatif mahal.

Inilah yang dimaksud dengan complex buying behavior. Sebelum membeli produk, konsumen cenderung berpikir panjang.

2. Perilaku membeli yang mengurangi perbedaan (dissonance-reducing buying behavior)

Saat punya perilaku ini, mengutip Britannica, konsumen akan sangat terlibat dalam proses pembelian. Akan tetapi, mereka kesulitan menentukan perbedaan antarmerek.

Nah, kesulitan ini disebut dengan disonansi atau mengurangi perbedaan. Supaya lebih jelas, Glints akan memberikan contoh. 

Misalnya, kamu ingin membeli penggorengan. Menurutmu, tak ada perbedaan antara merek penggorengan A, B, C, dan D. 

Padahal, keempatnya punya sedikit titik beda. Inilah yang disebut dengan disonansi.

3. Perilaku membeli yang telah terbiasa (habitual buying behavior)

Misalnya, si Y ingin membeli sampo. Y telah terbiasa membeli sampo merek E, dan tidak ingin melirik merek lainnya. 

Dapat disimpulkan, dalam kasus ini, Y memiliki habitual buying behavior. Ia tak banyak terlibat saat mencari produk. Pemilihan merek cenderung didasarkan kebiasaan.

Dengan begitu, keputusan pembelian tidak dipengaruhi oleh loyalitas ataupun campaign dari produk yang dibeli.

Ini tentu berbeda dengan dissonance-reducing buying behavior.

Dalam habitual buying behavior, konsumen tak benar-benar terlibat dalam pemilihan merek. Mereka membeli sesuatu hanya karena kebiasaan.

Sementara itu, dalam dissonance-reducing buying behavior, konsumen terlibat dalam pemilihan produk.

Mereka tak sekadar membeli karena terbiasa. Akan tetapi, mereka kesulitan menemukan perbedaan antarmerek yang ada.

Nah, biasanya, habitual buying behavior muncul saat konsumen membeli barang pokok.

4. Perilaku mencari keragaman produk (variety seeking behavior)

Pada tipe ini, konsumen membeli produk yang berbeda. Akan tetapi, ini dilakukan bukan karena mereka tidak puas dengan produk sebelumnya.

Perilaku tersebut didasari oleh motivasi untuk mencari variasi dari produk yang telah mereka miliki.

Model Perilaku Konsumen

© Pexels.com

Selain tipe-tipe, adalah beberapa model perilaku konsumen yang harus diketahui juga oleh para marketer.

Kumpulan model ini bisa membantu marketer dalam memahami dan mempertahankan basis pelanggan yang sudah dimiliki oleh perusahaan.

Nah, kira-kira, apa saja model consumer behavior yang wajib dipahami oleh perusahaan di era modern ini? Berikut penjelasannya.

1. Learning model

Salah satu model perilaku konsumen yang sering digunakan oleh marketer dari perusahaan besar adalah learning model.

Menurut laman Hubspot, model ini mengacu pada teori di mana customer behavior biasanya menunjukkan keinginan pelanggan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan untuk bertahan hidup, seperti makanan.

Learning model juga menjelaskan bahwa pelanggan biasanya akan mengutamakan kebutuhan untuk belajar yang muncul dari pengalaman hidup, seperti ketakutan atau rasa bersalah.

Model ini berlaku untuk bisnis multiguna yang menjual produk untuk semua tingkat kebutuhan pelanggan.

Misalnya Target, sebuah department store berbasis di Amerika Serikat yang menjual ratusan produk kebutuhan sehari-hari, mulai dari makanan hingga peralatan mandi.

2. Psychoanalytic model

Model perilaku konsumen lainnya yang patut dipertimbangkan marketer di era modern ini adalah psychoanalytic model.

Model satu ini diambil dari teori Sigmund Freud mengenai psikoanalisis, di mana konsumen memiliki motif mengakar, baik sadar maupun tidak sadar, yang mendorong mereka untuk melakukan pembelian.

Motif tersebut bisa berupa ketakutan yang tersembunyi, keinginan yang ditahan, atau sekadar keperluan pribadi.

Dengan demikian, pelanggan akan melakukan pembelian bila diberikan rangsangan yang tepat oleh badan usaha, seperti meluncurkan iklan di Instagram atau YouTube.

3. Sociological model

Model perilaku konsumen selanjutnya yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dan marketer adalah sociological model.

Model ini mengacu pada teori di mana pembelian dipengaruhi oleh tempat individu berdiam dalam kelompok masyarakat, termasuk keluarga, teman, dan kelompok lain seperti orang-orang yang menyukai hal-hal serupa.

Intinya, teori ini menjelaskan bahwa eseorang pada dasarnya akan membeli barang berdasarkan hal yang diperlukan oleh kelompok tempat mereka berada.

4. Input, process, output

Input, process, output adalah model perilaku konsumen yang juga sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan ternama.

Dalam model satu ini muncul, tiga indikator dalam consumer behavior yaitu input, process, dan output.

Input mengacu pada strategi marketing yang dibentuk sebuah perusahaan.

Empat aspek utama dalam indikator tersebut terdiri dari product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi).

Indikator kedua merupakan process, yang berhubungan dengan proses transaksi oleh seorang konsumen. Mulai dari mengetahui hingga mengevaluasi kualitas serta harga produk.

Terkahir adalah output, sebuah indikator yang merujuk pada respons konsumen terhadap produk atau layanan yang disediakan perusahaan.

5. Black box model

Model perilaku konsumen berikutnya yang perlu dipertimbangkan oleh marketer adalah black box model.

Melansir Business Management Studies, model ini mengungkapkan bahwa pelanggan adalah pemikir individu yang mampu memroses rangsangan internal dan eksternal untuk membuat keputusan pembelian.

Teorinya mungkin terlihat rumit, tetapi, ia sebenarnya cukup mudah untuk dipahami.

Seorang konsumen bertemu dengan rangsangan dari bauran pemasaran bisnis dan rangsangan eksternal lainnya.

Kemudian, mereka memrosesnya dalam pikiran, menghubungkan rangsangan eksternal dengan pemikiran internal yang sudah dimiliki, seperti keyakinan dan keinginan, untuk membuat keputusan.

6. Pavlovian model

Model perilaku konsumen terakhir yang patut diketahui oleh para marketer adalah Pavlovian model.

Model ini meliputi tiga indikator utama dalam consumer behavior, yaitu drivedrives, dan reinforcement.

Drive merupakan sebuah ransangan yang akan memancing aksi pelanggan. Sedangkan, drives adalah kebutuhan psikologis dari pelanggan, seperti rasa lapar atau sakit.

Kemudian, rangsangan dari drive akan memengaruhi aspek psikologis pelanggan dan memperkuat keinginan mereka terhadap produk yang ditawarkan perusahaan.

Nah, poin inilah yang dinamakan reinforcement.

Itulah pemaparan singkat Glints mengenai perilaku konsumen,mulai dari definisi, model-model, serta manfaatnya untuk perusahaan.

Intinya, consumer behavior adalah studi tentang individu atau pelanggan serta cara mereka memilih dan menggunakan produk perusahaan.

Marketer wajib memahami teori ini. Sebab, consumer behavior memiliki banyak manfaat bagi perkembangan bisnis perusahaan.

Maka dari itu, sebelum terjun ke dunia BD, pahami dulu definisi dan cara menggunakannya dengan baik, ya.

Nah, selain istilah satu ini, masih ada banyak hal lain yang perlu kamu pelajari jika ingin terjun ke dunia bisnis.

Penasaran apa saja? Tenang, kamu bisa pelajari semuanya pada kanal Business Dev di Glints Blog.

Di sana, tersedia banyak pembahasan seputar istilah, tips, dan metode bisnis lainnya yang sudah Glints rangkum khusus buat kamu.

Menarik bukan? Jangan sampai ketinggalan informasi. Yuk, baca kumpulan artikelnya sekarang juga!



Posting Komentar